Berbagai
perasaan campur aduk memasuki bulan kesebelas ini. Ada bahagia dan ceria, ada
sedih dan duka, ada tanda tanya, tanda koma dan tanda seru, namun ada yang tak
merasa apa-apa, biasa-biasa saja, tidak ada tanda-tanda. Nama bulan November, diambil dari bahasa Latin, Novem yang berarti sembilan. Ini adalah
bulan yang kesembilan dalam kalender Romawi kuno. Pada zaman Romawi kuno,
kalender hanya terdiri dari sepuluh bulan. Setiap tahun dimulai dari bulan
Maret ketika para petani mulai menabur. Kemudian sekitar tahun 153 SM,
orang-orang Romawi mulai mengganti kalender mereka dengan sistem 12 bulan.
Setiap bulan dimulai dari bulan Januari. Bulan November ditandai dengan angin
dingin yang bertiup di belahan Utara bumi dan langit kelabu.
Awal bulan ini saya mendapat tiga berita duka. Suami teman sekolah saya
yang tinggal di Bandung, usia hampir sebaya saya, seorang tentara, meninggal
tiba-tiba. Mungkin serangan jantung. Seorang lagi adalah suami rekan guru yang
pernah bekerja bersama di sekolah kami. Beberapa tahun lalu ia pindah ke
sekolah lain. Sangat mengejutkan, karena tidak terlalu lama ia menderita sakit.
Ia meninggal dalam usia empat puluh tujuh tahun. Usia yang relatif muda.
Istrinya sangat terpukul dan tidak siap menerima keadaan ini. Ia seperti
seorang yang kebingungan entah harus berbuat apa. Waktu kami datang, ia
menangis tersedu-sedu, kemudian ia datang di hadapan jenazah suaminya dan
menyampaikan bahwa mayor datang.Teman kami yang masih muda ini kemudian mulai
bercerita. Ia menceritakan masa-masa ketika masih bersama-sama melayani di
sekolah BK. Ia mengatakan hampir semua hal yang pernah saya katakan kepadanya:
“Mayor pernah katakan kepada saya, bahwa saya harus cerdas; mayor pernah
sampaikan seorang guru harus cantik di hadapan murid-muridnya, mayor juga
bilang, Marta, kamu haru belajar bahasa Inggris…” Ia mengatakan banyak hal yang saya sendiri
sudah hampir lupa bahwa saya pernah mengatakannya. Sesekali ia menutup wajahnya
dengan baju kaos suaminya. Sungguh sangat menyedihkan.
Kami kemudian mengunjungi rumah
duka lain di mana ayah dari salah seorang siswa kami meninggal dunia. Di sini
lebih menyayat hati lagi. Seorang pria berusia tiga puluh lima tahun tergolek
kaku, mengenakan jas dan dasi hitam. Lebih dari sebulan lalu, bersama beberapa
teman kami bertemu di kamar jenazah rumah sakit. Pria tersebut tampak kacau dan
wajahnya penuh penyesalan. Putranya yang bungsu baru saja meninggal sejam
sebelumnya. Putra bungsunya yang adalah siswa kelas enam di sekolah kami yang
sudah beberapa lama sakit. Pagi itu ia meminta ayahnya untuk menyuapi
sarapannya sebelum ayahnya berangkat
kerja. Kira-kira menjelang makan siang, ia kembali menelepon ayahnya dan
memintanya untuk pulang dan menyuapinya makan siang. Karena jarak antara tempat
kerja dan rumah yang cukup jauh, ayahnya terlambat tiba di rumah. Rupanya dalam
perjalanan ke rumah itulah sang putra bungsu menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
Tepat sebulan setelah kepergian putra bungsunya, sang ayah pun pergi
menyusul putranya. Saya berbincang dengan istri dan ibunda dari pria yang
meninggal ini. Rupanya setelah kepergian putra bungsunya ini sang ayah tak
henti-hentinya menyesali diri. Seminggu sebelum meninggal ia terus gelisah dan
tidak bisa tidur. Entah apa yang ada dalam pikirannya yang pasti adalah rasa
cinta. Ibunda menangis seraya berkata bahwa ia tak sanggup menerima semua
keadaan ini. Sang istri tak bisa banyak
bicara. Butiran-butiran air mata terus disekanya dengan saputangan yang
digenggamnya. Putra sulung yang duduk di sebelah kiri saya hanya terdiam. Kain
hitam panjang yang digantung di depan rumah sebagai tanda duka yang seharusnya
dilepas setelah genap empat puluh hari, rupanya harus tetap di sana lebih lama
lagi. Tak ada nasihat dan kata-kata penghiburan yang dapat diberikan, selain
doa dalam kesedihan.
Apakah yang akan terjadi dalam November? Angin dingin dari belahan bumi
utara yang bertiup akan membawa apa? Awan kelabu yang bergelantung di langit petanda
apa? Ah tidak ada seorang pun yang
tahu. Bukanlah kita semua tengah sibuk dengan rapat-rapat natal? Bukankah para
panitia tengah sibuk membuat proposal, melakukan bazaar, memikirkan hadiah,
memikirkan acara, memutar otak mencari dana, mengedarkan kartu kawan, latihan
drama, latihan paduan suara, memikirk
busana, memikirkan rencana pulang kampung, memikirkan tema khotbah, menyiapkan
toples-toples kosong untuk kue-kue, dan beraneka kacang? Sungguh indah November
ini. Akankah semua keindahan itu kita nikmati? Atau ada rencana lain yang tak
terduga yang akan terjadi? Sungguh tak ada yang tahu, semuanya serba rahasia,
tertutup rapat. Selamat menjalani November.
Mayor Janneman R. Usmany, M.Th.
No comments:
Post a Comment